Pages - Menu

Sunday, May 31, 2020

PROSEDUR BERPERKARA PENGADILAN AGAMA TINGKAT PERTAMA


prosedur berperkara pengadilan agama, cerai gugat, cerai talak

CERAI GUGAT

Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh istri. Penggugat (istri) atau kuasanya mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (Pasal 118 HIR, 142 Rbg jo. Pasal 73 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009).
Gugatan diajukan;
  1. Di daerah hukum pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat [Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo.32 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974]
  2. Bila Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan agama/ Makhamah Syar’iah yang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat [Pasal 73 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989]
  3. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilana Agama/ Makhamah Syar’iah yang yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat [Pasal 73 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989]

CERAI TALAK

Cerai talak adalah perceraian yang diajukan oleh suami ke pengadilan agama. Pemohon (suami) atau kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (Pasal  118 HIR, 142 Rbg jo.Pasal 66 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009)
Permohonan diajukan:
  1. Didaerah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah yang daerah hukumnya meliputi  tempat kediaman termohon [Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989];
  2. Bila termohon  dengan  sengaja meninggalkan bertempat kediaman yang digunkan bersama tanpa izin Pemohon , maka permohonan diajukan  di Pengadilan Agama/ Makhamah Syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon [Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989];
  3. Bila Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/ Makhamah Syar’iah yang daerah hukumnya meliputi  tempat kediaman Pemohon [Pasal 66 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989];
  4. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/ Makhamah Syar’iah yang daerah hukumnya meliputi  tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat [Pasal 66 ayat (4) UU No.7 Tahun 1989].

Isi Surat Gugatan/Permohonan secara umum harus memuat;

  1. Identitas  lengkap para pihak;
  2. Posita (Fakta kejadian dan Fakta hukum);
  3. Petitum (tuntutan berdasarkan posita)

Perubahan Gugatan/Permohonan

Surat gugatan yang telah dibuat dapat dilakukan perubahan, dengan ketentuan:
  1. Sepanjang tidak merubah Posita (alasan-alasan gugatan) dan Petitum (tuntutan),  dalam hal tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat (Pasal 127 Rv);
  2. Perubahan tidak menyimpang dari kejadian materiil (Pasal 127 Rv).

Biaya Perkara

Membayar  biaya perkara ( Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo Pasal 89 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989) melalui bank yang ditunjuk, kecuali yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) [Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.]

Kewajiban Pihak

Para pihak atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan surat panggilan pengadilan [Pasal 121,124,125, HIR, dan 145 R.Bg.]

Gugatan Akibat Perceraian

Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) untuk CERAI GUGAT, atau diajukan setelah Ikrar Talak diucapkan untuk CERAI TALAK [Pasal 86 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989]

Anjuran

Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama   [Pasal 86 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989] sebaiknya tidak dikumulasi  dengan gugatan perceraian sesuai dengan Surat Edaran Ketua Muda Urusan Lingkungan Pengadilan Agama Nomor : 17/TUADA.AG/IX/2009 tanggal 25 September 2009, akan tetapi diajukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) untuk CERAI GUGAT atau diajukan setelah ikrar talak diucapkan untuk CERAI TALAK.

Penanganan Dan Penyelesaian Perkara

Tahapan penanganan dan penyelesaian perkara;
  1. Mendaftarkan Gugatan /Permohonan;
  2. Para pihak atau kuasanya menghadiri sidang ber dasarkan surat panggilan Pengadilan;
  3. Mengikuti tahapan persidangan :
  • Pemeriksaan berkas perkara
  • Perdamaian (Pasal 82  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989) dan Mediasi  Pasal 3 ayat (1) PERMA N0. 2 Tahun 2003 );
  • Apabila tidak terjadi perdaian, pemeriksaan dilanjutkan dengan : Pembacaan Gugatan/ Permohonan, Jawab menjawab (replik, duplik,) dan gugatan rekonvensi (Pasal 132 huruf a HIR, 158 R.Bg.), pembuktian, kesimpulan, dan putusan.
  • Putusan CERAI GUGAT yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diberikan AKTA CERAI.
  • Putusan CERAI TALAK yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah melaksanakan pengucapan ikrar talak dalam sidang ikrar talak dapat diberikan AKTA CERAI.
  • Untuk CERAI TALAK, Jika dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan sidang penyaaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan ikrar talak tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

Upaya Hukum

Apabila ada pihak yang tidak puas atas putusan Pengadilan Agama (Pengadilan Tingkat Pertama) dapat mengajukan upaya hukum sesuai ketentuan Undang-undang:

  1. Upaya Hukum Banding kepada Pengadilan Tinggi Agama (Pengadilan Tingkat Banding)
  2. Upaya Hukum Kasasi  kepada Mahkamah Agung RI (melalui Pengadilan Tingkat Pertama)
  3. Upaya Hukum Permohonan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung RI (melalui Pengadilan Tingkat Pertama)
  4. VERZET, perlawanan terhadap putusan Verstek,

Prosedur Dan Proses Penyelesaian Perkara Lainnya

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat/Pemohon:

  1. Mengajukan gugatan/permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg)
    1. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat/Termohon;
    2. Bila tempat kediaman Tergugat/Termohon tidak diketahui, maka gugatan/permohnan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat/ Pemohon;
    3. Bila gugatan mengenai benda tetap, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tetap tersebut. Bila  benda tetap tersebut  terletak dalam wilayah beberapa pengadilan agama/mahkamah syar’iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah  yang dipilih oleh Penggugat (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg);
  2. Membayar biaya perkara ( Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo Pasal 89 UU N0. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No.50 Tahun 2009), bagi yang  tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) ( Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.
  3. Pengugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah  (Pasal 121,124, dan 125 HIR,145 R.Bg).

Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama

Pertama :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama/mahkamah syar’iyah dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

Kedua :
Pihak berperkara menghadap petugas meja satu dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, sesuai dengan jumlah pihak dan arsip pengadilan.

Ketiga :
Petugas Meja Satu menaksir biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk nenyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada Pasal 182 yat (1) HIR, Pasal 89,  Pasal 90 Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo. No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1989. 

Catatan :

  • Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan secara prodeo (cuma-cuma). Ketidak mampuan tersebut dikabulkan dengan   melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat.
  • Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp.0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) didasarkan pasal 237 – 245 HIR
  • Dalam tingkat pertama para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (mdenjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohonuntuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.


Keempat :
Petugas Meja Satu menyerahkan kembali salinan surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

Kelima :
Pikah berperkara  menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keenam :
Pemegang kas menyerahkan asli surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke Bank.

Ketujuh :
Pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang ditunjuk dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Kedelapan :
Setelah berperkara menerima slip bank yang telah dipalidasi dari petugas layanan bank. Pihak berperkara menunjukan slip bank tersebut dan menyerahkan surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

Kesembilan :
Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pikah berperkara. Pemegang kas  kemudian memberi  tanda lunas dalam surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pikah berperkara asli dan tindasan pertama surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

Kesepuluh :
Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Dua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah pihak ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)

Kesebelas :
Petugas Meja Kedua mendaftarkan/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

Keduabelas :
Petugas Meja Kedua meneyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

Ketigabelas :
Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

Pengambilan Sisa Panjar Biaya Perkara

Pertama :

Setelah Majelis Hakim membacakan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum, kemudian  ketua Majelis membuat perincian biaya yang telah diputus dan diberikan kepada Pemegang Kas untuk dicatat dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara dan Buku Induk Keuang Perkara.

Kedua :

Pemohon/Penggugat selanjutnya menghadap kepada Pemegang Kas untuk menanyakan perincian penggunaan panjar biaya perkara yang telah dibayarkan, dengan memberikan informasi nomor perkaranya.

Ketiga :

Pemegang Kas berdasarkan Buku Jurnal Keuangan Perkara memberi penjelasan mengenai rincian penggunaan biaya perkara kepada Penggugat/Pemohon.

Cacatan : Apabila terdapat sisa panjar biaya perkaranya, maka Pemegang Kas membuatkan kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dengan menuliskan jumlah uang sesuai sisa yang ada dalam buku jurnal dan diserahkan kepada Penggugat/Pemohon untuk ditanda tangani. Kwitansi pengembalian sisa panjarbiaya perkara terdiri dari 3 (tiga) lembar:

  • Lembar pertama untuk pemegang kas
  • Lembar kedua untuk Penggugat/Pemohon
  • Lembar ketiga untuk dimasukan ke dalam berkas perkara


Keempat :

Penggugat/Pemohon setelah menerima kwitansi pengembalian sisa panjar  biaya perkara dan menanda tanganinya, kemudian menyerahkan kembali kwitansi tersebut kepada Pemegang Kas.

Kelima :

Pemegang Kas menyerahkan uang sejumlah yang tertera dalam kwitansi tersebut beserta tindasan pertama kwitansi kepada pihak Penggugat/Pemohon.

Catatan : Apabilan Penggugat/Pemohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan atau tidak mengambil sisa panjar pada  hari itu, maka oleh Panitera melalui surat akan diberitahukan adanya sisa panjarbiaya perkara yang berlum ia ambil.

Dalam pemberitahuan tersebut diteranghkan bahwa bilamana Penggugat/Pemohon tidak mengambil dalam waktu 6 (enam) bulan, maka uang sisa panjar biaya perkara tersebut akan dikeluarkan dari Buku Jurnal Keuangan yang bersangkutan dan dicatat dalam buku tersendiri sebagai uang tak bertuan (1948 KUHPerdata), yang selanjutnya uang tak bertuan tersebut akan disetorkan ke Kas Negara.


SECARA SINGKAT Prosedur Dan Proses Penyelesaian Perkara Di Peradilan Agama

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat/Pemohon;

Pertama;

Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989). Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989). Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.

Ke-dua;

Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989). Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989). Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989). Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).

Ke-tiga

Permohonan tersebut memuat; Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum). Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

Ke-empat

Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).

Kelima

Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

  1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syar’iyah.
  2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahapan persidangan: Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989). Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003). Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg). Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak sebagai berikut: Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut; Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut; Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
  4. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka: a) Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak; b) Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak; c) Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
  5. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).




No comments:

Post a Comment