Pages - Menu

Sunday, June 7, 2020

Turut Serta Berbuat Jarimah

Turut Serta Berbuat Jarimah,  Turut serta dalam tindak pidanaDeelneming

Turut serta melakukan jarimah ialah melakukan jarimah secara bersama-sama, baik melalui kesepakatan atau kebetulan, menghasut, menyuruh orang lain, memberi bantuan atau keluasan dengan berbagai bentuk.[1] Para fuqaha membagi turut serta berbuat jarimah menjadi 2 macam yakni; turut berbuat jarimah secara langsung dan turut berbuat jarimah tidak langsung.

1.      Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Langsung (Isytirak Mubasyir)

Turut serta berbuat jarimah secara langsung (Isytirak Mubasyir) adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, baik direncanakan secara bersama-sama (tamalu) maupun secara tiba-tiba atau kebetulan (al-tawafuq). [2]

Mengenai pertanggungjawaban pidana, pelaku turut serta berbuat secara langsung dengan direncanakan (tamalu) terlebih dahulu maka pelaku bertanggungjawab atas seluruh perbuatannya. Contoh; sekelompok orang merencanakan pembunuhan, ada yang berperan mengikat korban, ada yang berperan memukul, dan ada yang berperan menembak korban. Maka mereka semua bertanggungjawab atas hasil perbuatan mereka yakni kematian korban. Sedangkan turut serta berbuat jarimah secara kebetulan atau tiba-tiba pelaku bertanggungjawab atas perbuatan masing-masing. Contoh; ketika terjadi demonstrasi atau tawuran pelajar sering dimanfaatkan orang lain yang melihatnya untuk berbuat kejahatan seperti mencuri, merusak, dan memperkosa wanita yang ketakutan. Maka pelaku hanya dihukum sesuai dengan apa yang diperbuatnya.[3]

Menurut Abu Hanifah dan sebagian fuqaha Syafi’iyah berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku turut serta secara terencana (Tamalu) dan turut serta secara tiba-tiba atau kebetulan (tawafuq) adalah sama saja yakni dianggap sama-sama melakukan perbuatan tersebut dan bertanggungjawab atas semua perbuatannya.[4]

Hukuman Untuk Para Peserta Langsung

Pada prinsipnya dalam hukum pidana Islam banyaknya pelaku jarimah tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang dijatuhkan pada masing-masing pelakunya. Hukuman jarimah yang dilakukan bersama-sama tidak berbeda dengan hukuman jarimah yang dilakukan seorang diri. Meskipun demikian, masing-masing peserta dalam jarimah bisa dipengaruhi oleh keadaan diri sendiri bukan orang lain. Jika seorang teman yang turut serta melakukan jarimah masih dibawah umur atau gila maka bisa dibebaskan dari hukuman karena keadaannya tidak memenuhi syarat dilaksanakan hukuman atas dirinya.[5]

Para fuqaha berselisih pendapat mengenai turut serta dalam jarimah pembunuhan. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ats Tsauri, Imam Ahmad, berpendapat berpendapat bahwa jika beberapa orang membunuh satu orang maka mereka harus dibunuh semuanya. Pendapat ini merupakan pendapat Umar ra; ”andaikata penduduk Shan’a berpendapat membunuhnya maka saya akan membunuh mereka semua”.  

 Sedangkan menurut Imam Daud Az-Zahiri jika beberapa orang membunuh satu orang maka maka yang dihukum atau di qishash hanya satu orang saja. Pendapat ini merupakan pendapat Ibnu Zubair, Imam Zuhri, dan Jabir.[6]

2.      Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Tidak Langsung

Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Tidak Langsung adalah setiap orang yang dengan sengaja mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan tindak pidana, atau karena memaksa, atau menyuruh atau menghasut atau memberikan bantuan atau menjanjikan hadiah tertentu, atau karena alasan apapun yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana.[7]

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa unsur-unsur berbuat tidak langsung adalah sebagai berikut;[8]

a.  Adanya perbuatan yang dapat dihukum, baik perbuatan tersebut selesai maupun baru percobaan saja.

b.      Adanya niat dari orang yang turut berbuat

c.       Cara mewujudkan perbuatan yakni dengan cara melakukan perjanjian/kesepakatan, dengan cara menyuruh atau menghasut, dan memberi bantuan.

Mengenai hukuman peserta berbuat jarimah tidak langsung adalah hukuman ta’zir, karena jarimah tersebut tidak ada ketentuan syara’. dan peserta tidak langsung tidak sama bahayanya dengan pelaku langsung. Akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu pelaku tidak langsung dianggap sebagai pelaku yang asli. Misalnya dalam prakteknya pelaku langsung hanya sebagai alat atau perpanjangan tangan dari pembuat yang sebenarnya, atau dalam istilah dikenal otak dari suatu kejahatan atau peristiwa pidana.[9]

 

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kejahatan Diluar Kesepakatan Semula

Misalnya; A menyuruh B untuk memukul C dengan pukulan sederhana dengan alat yang bisa mematikan, ternyata C mati karena pukulan itu. dalam kasus tersebut apakah si A bertanggungjawab atas pemukulannya saja atau terhadap pembunuhannya juga. Menurut Imam Hanafi, Imam Syafi’i, si A (si penyuruh) bertanggungjawab terhadap pembunuhan semi sengaja. Menurut Imam Maliki si A (si penyuruh) bertanggungjawab atas pembunuhan kesalahan. Mereka beralasan bahwa karena suruhannya itu memungkinkan terjadinya kematian.[10]

 

Turut Serta Berbuat Berbuat Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

Dalam hukum pidana Indonesia turut serta melakukan kejahatan diatur dalam KUHP Bab V pasal 55-62.[11] Sebagai peserta yang dapat dipidana ditentukan dalam pasal 55 pertama; mereka yang melakukan perbuatan pidana (pelaku/pleger), mereka yang menyuruh melakukan perbuatan pidana (doenpleger), mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana (medepleger), menganjurkan orang lain orang lain melakukan perbuatan pidana (uitlokker). Ke-2, mereka yang dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau  martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan kepada orang lain supaya melakukan perbuatan pidana (penganjur). [12]

Selanjutnya pasal 56 menyatakan bahwa dipidana mereka yang membantu orang lain melakukan perbuatan pidana baik ketika dilakukan oerbuatan tersebut maupun memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan perbuatan pidana.[13]

Sanksi terhadap perbuatan pidana berupa turut serta melakukan kejahatan sebagaimana telah diatur dalam pasal 57 KUHP, antara lain;

1.      Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dikurangi seprtiga

2.      Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun

3.      Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri

4.      Dalam menentukan pidana bagi pembantu yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.

Kemudian dalam menggunakan atau menerapkan aturan-aturan pidana keadaan pribadi seseorang yang menghapuskan, mengurangi, atau memberikan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.[14]

 

 REFERENSI

[1] Rahmat Hakim. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 55.

[2] Asadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta; Ghalia Indonesia|) hlm. 90-91

[3] Rahmat Hakim. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 55-57,  lihat juga di A. Dzajuli. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)  hlm. 16-20.

[4] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hlm. 67-70,

[7] Asadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta; Ghalia Indonesia|) hlm. 91

[8] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hlm. 70-71

[9] Rahmat Hakim. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 58

[10] A. Dzajuli. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)  hlm. 20

[11] Moeljatno, Hukum Pidana Delik-Delik Percobaan, delik-delik penyertaan (Jakarta;Bina Aksara, 1985) hlm. 63

[12] Pasal 55 KUHP;  1) Dipidana sebagai pembuat delik (tindak pidana); Pertama; mereka yang melakukan perbuatan pidana ialah mereka yang melakukan, menyuruh melakukan perbuatan pidana dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana. Kedua; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau, martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan kepada orang lain supaya melakukan perbuatan pidana. 2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja saja yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.

[13] Andi Hamzah. KUHP & KUHAP. ( Jakarta: Rineka Cipta, 2011) hlm. 67

[14] Pasal 58 KUHP

No comments:

Post a Comment