Turut serta
melakukan jarimah ialah melakukan jarimah secara bersama-sama, baik melalui
kesepakatan atau kebetulan, menghasut, menyuruh orang lain, memberi bantuan
atau keluasan dengan berbagai bentuk.[1]
Para fuqaha membagi turut serta berbuat jarimah menjadi 2 macam yakni; turut
berbuat jarimah secara langsung dan turut berbuat jarimah tidak langsung.
1.
Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Langsung (Isytirak Mubasyir)
Turut serta berbuat jarimah secara langsung (Isytirak Mubasyir)
adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, baik
direncanakan secara bersama-sama (tamalu) maupun secara tiba-tiba atau
kebetulan (al-tawafuq). [2]
Mengenai pertanggungjawaban pidana, pelaku turut serta berbuat
secara langsung dengan direncanakan (tamalu) terlebih dahulu maka pelaku
bertanggungjawab atas seluruh perbuatannya. Contoh; sekelompok orang
merencanakan pembunuhan, ada yang berperan mengikat korban, ada yang berperan
memukul, dan ada yang berperan menembak korban. Maka mereka semua
bertanggungjawab atas hasil perbuatan mereka yakni kematian korban. Sedangkan
turut serta berbuat jarimah secara kebetulan atau tiba-tiba pelaku
bertanggungjawab atas perbuatan masing-masing. Contoh; ketika terjadi
demonstrasi atau tawuran pelajar sering dimanfaatkan orang lain yang melihatnya
untuk berbuat kejahatan seperti mencuri, merusak, dan memperkosa wanita yang
ketakutan. Maka pelaku hanya dihukum sesuai dengan apa yang diperbuatnya.[3]
Menurut Abu Hanifah dan sebagian fuqaha Syafi’iyah berpendapat
bahwa hukuman bagi pelaku turut serta secara terencana (Tamalu) dan
turut serta secara tiba-tiba atau kebetulan (tawafuq) adalah sama saja
yakni dianggap sama-sama melakukan perbuatan tersebut dan bertanggungjawab atas
semua perbuatannya.[4]
Hukuman Untuk Para Peserta Langsung
Pada prinsipnya dalam hukum pidana Islam banyaknya pelaku jarimah
tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang dijatuhkan pada masing-masing
pelakunya. Hukuman jarimah yang dilakukan bersama-sama tidak berbeda dengan
hukuman jarimah yang dilakukan seorang diri. Meskipun demikian, masing-masing
peserta dalam jarimah bisa dipengaruhi oleh keadaan diri sendiri bukan orang
lain. Jika seorang teman yang turut serta melakukan jarimah masih dibawah umur
atau gila maka bisa dibebaskan dari hukuman karena keadaannya tidak memenuhi
syarat dilaksanakan hukuman atas dirinya.[5]
Para fuqaha berselisih pendapat mengenai turut serta dalam jarimah
pembunuhan. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ats
Tsauri, Imam Ahmad, berpendapat berpendapat bahwa jika beberapa orang membunuh
satu orang maka mereka harus dibunuh semuanya. Pendapat ini merupakan pendapat
Umar ra; ”andaikata penduduk Shan’a berpendapat membunuhnya maka saya akan
membunuh mereka semua”.
Sedangkan menurut Imam Daud Az-Zahiri jika beberapa orang membunuh satu orang maka maka yang dihukum atau di qishash hanya satu orang saja. Pendapat ini merupakan pendapat Ibnu Zubair, Imam Zuhri, dan Jabir.[6]
2.
Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Tidak Langsung
Turut Serta Berbuat Jarimah Secara Tidak Langsung adalah setiap
orang yang dengan sengaja mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk
melakukan tindak pidana, atau karena memaksa, atau menyuruh atau menghasut atau
memberikan bantuan atau menjanjikan hadiah tertentu, atau karena alasan apapun
yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana.[7]
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa unsur-unsur berbuat
tidak langsung adalah sebagai berikut;[8]
a. Adanya
perbuatan yang dapat dihukum, baik perbuatan tersebut selesai maupun baru
percobaan saja.
b.
Adanya
niat dari orang yang turut berbuat
c.
Cara
mewujudkan perbuatan yakni dengan cara melakukan perjanjian/kesepakatan, dengan
cara menyuruh atau menghasut, dan memberi bantuan.
Mengenai hukuman peserta berbuat jarimah tidak langsung adalah
hukuman ta’zir, karena jarimah tersebut tidak ada ketentuan syara’. dan peserta
tidak langsung tidak sama bahayanya dengan pelaku langsung. Akan tetapi dalam
kasus-kasus tertentu pelaku tidak langsung dianggap sebagai pelaku yang asli.
Misalnya dalam prakteknya pelaku langsung hanya sebagai alat atau perpanjangan
tangan dari pembuat yang sebenarnya, atau dalam istilah dikenal otak dari suatu
kejahatan atau peristiwa pidana.[9]
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kejahatan Diluar Kesepakatan Semula
Misalnya; A menyuruh B untuk memukul C dengan pukulan sederhana
dengan alat yang bisa mematikan, ternyata C mati karena pukulan itu. dalam
kasus tersebut apakah si A bertanggungjawab atas pemukulannya saja atau
terhadap pembunuhannya juga. Menurut Imam Hanafi, Imam Syafi’i, si A (si
penyuruh) bertanggungjawab terhadap pembunuhan semi sengaja. Menurut Imam
Maliki si A (si penyuruh) bertanggungjawab atas pembunuhan kesalahan. Mereka
beralasan bahwa karena suruhannya itu memungkinkan terjadinya kematian.[10]
Turut Serta Berbuat Berbuat Tindak Pidana Dalam Hukum Positif
Dalam
hukum pidana Indonesia turut serta melakukan kejahatan diatur dalam KUHP Bab V
pasal 55-62.[11]
Sebagai peserta yang dapat dipidana ditentukan dalam pasal 55 pertama; mereka
yang melakukan perbuatan pidana (pelaku/pleger), mereka yang menyuruh melakukan
perbuatan pidana (doenpleger), mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana (medepleger),
menganjurkan orang lain orang lain melakukan perbuatan pidana (uitlokker). Ke-2, mereka
yang dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan kepada orang lain supaya melakukan
perbuatan pidana (penganjur). [12]
Selanjutnya pasal 56 menyatakan bahwa dipidana mereka yang membantu
orang lain melakukan perbuatan pidana baik ketika dilakukan oerbuatan tersebut
maupun memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan perbuatan
pidana.[13]
Sanksi terhadap perbuatan pidana berupa turut serta melakukan
kejahatan sebagaimana telah diatur dalam pasal 57 KUHP, antara lain;
1.
Dalam
hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dikurangi seprtiga
2.
Jika
kejahatan diancam dengan pidana mati atau seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama 15 tahun
3.
Pidana
tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri
4.
Dalam
menentukan pidana bagi pembantu yang diperhitungkan hanya perbuatan yang
sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Kemudian dalam menggunakan atau menerapkan aturan-aturan pidana
keadaan pribadi seseorang yang menghapuskan, mengurangi, atau memberikan pengenaan
pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan
itu sendiri.[14]
[1] Rahmat Hakim. Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 55.
[2] Asadulloh
Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta; Ghalia
Indonesia|) hlm. 90-91
[3] Rahmat Hakim. Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 55-57, lihat juga di A. Dzajuli. Fiqh Jinayah
(upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000) hlm. 16-20.
[4] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hlm. 67-70,
[7] Asadulloh
Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta; Ghalia
Indonesia|) hlm. 91
[8] Ahmad Wardi
Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta;
Sinar Grafika, 2006) hlm. 70-71
[9] Rahmat Hakim. Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 58
[10] A. Dzajuli. Fiqh
Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000) hlm. 20
[11] Moeljatno, Hukum
Pidana Delik-Delik Percobaan, delik-delik penyertaan (Jakarta;Bina Aksara,
1985) hlm. 63
[12]
Pasal 55 KUHP; 1) Dipidana sebagai
pembuat delik (tindak pidana); Pertama; mereka yang melakukan perbuatan
pidana ialah mereka yang melakukan, menyuruh melakukan perbuatan pidana dan
mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana. Kedua; mereka yang
dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau,
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan kepada orang lain
supaya melakukan perbuatan pidana. 2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan
yang sengaja saja yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.
[13] Andi Hamzah. KUHP
& KUHAP. ( Jakarta: Rineka Cipta, 2011) hlm. 67
[14] Pasal 58 KUHP
0 comments:
Post a Comment