Saturday, May 16, 2020

QAWAID AL-FIQHIYYAH AL-ASASIYYAH

Panca kaidah asasiyah semula dinamakan kaidah ushul, yakni kaidah pokok dari segala kaidah fiqhiyah yang ada. Setiap permasalahan furu’iyah dapat diselesaikan dengan kalimat kaidah tersebut walaupun seorang mujtahid belum sempat memperhatikan dasar-dasar hukum secara tafsili. (muchlis usman, 1996: 107). Beberapa ulama berbeda pendapat tentang kaidah pokok  tersebut (imam musbikin, 2001:37-39) diantaranya sebagai berikut:

  1. Menurut syaikh izzuddin bin abdus-salam (w. 660 H) mengatakan bahwa segala masalah fiqhiyah itu hanya dikembalikan kepada satu kaidah saja yaitu: اعتبر المصالح ودرءالمفاسد Artinya : menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan 
  2. Al-qadli Abu sai’id mengatakan bahwa ulama syafi’iyah mengembalikan sluruh ajaran imam syafi’I  kepada empat kaidah. Dan ini didukung oleh oleh shahib al-majami yang mengambalikan segala kaidah itu kepada empat saja, yakni; a)  keyakinan itu tidak dapat dikalahkan oleh keraguan; b) kesukaran akan menarik kepada kemudahan; c) kemudharatan itu harus dilenyapkan; d)  adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum
  3. Al-qadli Husein berpendapat bahwa kaidah yang dipandang induk itu ada lima yang disebut panca kaidah. Begitupula dengan golongan muta’akhirin. Mereka menambahkan dari empat kaidah diatas dengan satu kaidah lagi yakni: الآ مر بمقا صدها artinya“segala urusan tergantung kepada tujuannya”

Tetapi dalam dalam artikel ini kami hanya membahas lima kaidah atau yang disebut dengan”panca kaidah”. Panca kaidah itu digali dari sumber-sumber hukum, baik melalui al-quran dan as-sunnah maupun dalil-dalil istinbath karena itu, setiap kaidah didasarkan atas nash-nash pokok yang dapat dinilai sebagai standar hukum fiqih, sehingga sampai dari nash itu dapat diwakili dari sekian banyak  nash-nash ahkam.(muchlis usman, 1996: 107).

KAIDAH YANG BERKAITAN DENGAN FUNGSI TUJUAN

Teks Kaidahnya:

 الآمور بمقاصدها  artinya “Setiap perkara tergantung pada tujuannya.”

Dasar-dasar Nash Kaidah

Firman Allah SWT

وما امرو االا ليعبدواالله مخلصين له الد ين حنفاء

Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah:5).

انماالآعما ل با لنيا ت وانما لكل امرئ ما نوى

Sesungguhnya segala sesuatu itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang ia niati (HR.Bukhari)

Eksistensi Niat

Al-Baidlowi menyatakan bahwa niat merupakan ungkapan yang membangkitkan kehendak hati tentang apa yang dilihat yang bertujuan untuk menarik manfaat dan menolak kerusakan serta semata-mata untuk mencari rida Allah atas hikmah memenuhi perintah-Nya.(as- suyuthi, TT: 22). Para fuqaha berbeda dalam mendudukan niat. Menurut abu hanifah niat merupakan salah satu syarat untuk melakukan suatu perbuatan, sedang menurut imam syafi’I niat, merupakan rukun dari suatu perbuatan.( Abdurrahman al-jaziri, TT: 73). Pada dasarnya, ibadah itu membutuhkan niat dan ada pula yang tidak membutuhkannya. Ibadah yang membutuhkan niat adalah ibadah yang amaliyah yang memerlukan penjelasan(ta’yin) seperti niat shalat. Dan ibadah yang tidak membutuhkan niat, karena bukan ibadah amaliyah yang diperintahkan secara adat, seperti bacaan syahadatain

Kaidah-kaidah yang Berkenaan Dengan Niat

“Suatu (amalan) yang disyaratkan untuk dijelaskan, maka kesalahannya akan membatalkan perbuatannya.” (Abdul Hamid Hakim, 1956:73). Misalnya: seseorang melakukan shalat zuhur kemudian dia niat shalat ashar, maka shalatnya tidak sah.


KAIDAH YANG BERKENAAN DENGAN KEYAKINAN

Teks Kaidahnya:

 اليقين لايزال با لشك artinya; “Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan.”

Dasar-dasar Nash Kaidah

Sabda Nabi SAW

 اذا شك احد كم فى صلا ته فلم يد ركم صلى أثلا ثا او اربعا فليطرح الشك واليبن على ماا ستيقن

Apabila salah seorang di  antara kalian  ragu dalam mengerjakan shalat, tidak tahu berapa rakaat yang telah dikerjakan tiga atau empat maka buanglah keragu-raguan itu dan berpeganglah kepada apa yang diyakini ( yang paling sedikit). ( HR. turmudzi dari Abdurrahman)

Dari hadits diatas menyatakan Bahwa keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. Misalnya seseorang ragu-ragu berapa rakaat yang ia lakukan dalam shalatnya, maka yang yakin adalah rakaat yang paling sedikit, karena yang paling sedikit itu yang yakin, sedangkan yang paling banyak merupakan yang diragukan. Adapun kata yakin disini mempunyai arti sesuatu yang tetap, baik dalam penganalisaan maupun dengan dalil “(Abdul Mujib, 1980: 25), sedangkan syak merupakan suatu yang tidak menentu antara ada dean tidaknya dan dalam tidak ketentuan itu  sama antar batas kevbenaran dan kesalahan tanpa dapat dimenangkan salah satunya.

Pembagian Syak

Abu Hamid al-Asfiroyini bahwa syak (keragu-raguan) terdapat 3 macam, yaitu:

a.       Keragu-raguan yang berpangkal dari yang haram.

b.      Keragu-raguan yang berpangkal dari yang mubah.

c.       Dan keragu-raguan yang tidak diketahui pangkal asalnya.


KAIDAH YANG BERKENAAN DENGAN KONDISI MENYULITKAN

Teks Kaidahnya

المشقة تجلب التسير artinya; “Kesukaran itu dapat menarik kemudahan.

Dasar-dasar Nash Kaidah

Firman Allah SWT:

يريد الله بكم اليسرولا يريدبكم العس
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian, (QS. al- Baqarah:185)

Sabda Nabi SAW; Agama itu memudahkan, agama yang disenagi allah adalah agama yang benar dan mudah (HR. Bukhari dari Abu hurairah)

Rasionalisasi Kemudahan Dalam Islam

Allah SWT memberikan 3 alternatif bagi perbuatan manusia, yakni positif (wajib), cenderung ke positif (sunnah), netral, cenderung ke negatif (makruh) dan negatif (haram).Dalam kondisi ini Allah SWT memberikan hukum rukhshah yakni keringanan-keringanan tertentu dalam kondisi tertentu  pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa keharusan untuk melakukan Azimah seimbang dengan kebolehan melakukan rukhshah.(wahbah, as-zuhaili, 1982: 40). Allah SWT berfirman:

يريد الله ان يخفف عنكم وخلق الا نسان ضعيفا

Allah menghendaki keringanan pada kalian, dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah. (QS. an-Nisa:28).

Klasifikasi Kesulitan

  1. Kesulitan Mu’tadah Yaitu kesulitan yang alami, dimana manusia mampu mencari jalan keluar nya sehingga ia belum masuk pada keterpaksaan.
  2. Kesulitan Qhairu Mu’tadah, Yaitu kesulitan yang tidak pada kebiasaan, dimana jika ia manusia tidak mampu memikul kesulitan itu niscaya akan merusak diri dan memberatkan kehidupannya karena kesulitan itu dapat diukur oleh kriteria akal.

Tingkatan Kesulitan Dalam Ibadah

  1. Kesulitan Adhimah Yaitu kesulitan yang dikhawatirkan akan rusaknya jiwa ataupun jasad manusia, karena memelihara jiwa dan anggota badan merupakan upaya untuk kemaslahatn dunia akhirat yang lebih dipentingkan dari ibadah.
  2. Kesulitan Khofifah Yaitu kesulitan karena sebab yang ringan, seperti kebolehan menggunakan muza jika sangat dingin menyentuh air.
  3. Kesulitan Mutawasithah Yaitu kesulitan yang tengah-tengah antara yang berat dan ringan

Sebab-sebab Adanya Kesulitan

  1. Karena Safar (berpergian)
  2. Karena Marodl (Sakit)
  3. Karena Ikrah (Terpaksa atau dipaksa)
  4. Karena Nisyam (Lupa)
  5. Karena Jahl (Bodoh)
  6. Karena Usrun dan Umumul Balwa (Kesulitan)
  7. Karena Nash (Kekurangan)

Bentuk-bentuk Keringanan Dalam kesulitan

  1. Tahfitul Isqoth (Meringankan dengan menggugurkan)
  2. Tahfitul Tanqish (Meringan degan mengurangi)
  3. Tahfitul Ibdal (Meringankan dengan mngganti)
  4. Tahfitul Taqdim (Meringankan dengan mendahulukan waktunya)
  5. Tahfitul Ta’kir (Meringankan dengan mengakhirkan waktu)
  6. Tahfitul Tarkhsih (Meringankan dengan kemurahan)

Kaidah-kaidah yang Berkaitan Dengan Kondisi Menyulitkan

“ Semua yang melampaui batas, maka (hukumnya) berbalik kepada kebalikannya.” (Wahbah az-Zuhaili, 1982: 221). Misalnya, pada dasarnya seorang saksi adalah laki-laki yang terpercaya, namun bila tidak ada laki-laki sama sekali maka boleh digantikan oleh wanita bahkan anak kecil, tetapi dalam kondisi yang tidak memungkinkan.

KAIDAH YANG BERKENAAN DENGAN KONDISI MEMBAHAYAKAN

Teks Kaidahnya:

الضرر يزا ل artinya; “Kemadlaratan harus dihilangkan".

Dasar-dasar Nash yang Berkaitan

Firman Allah SWT:

ان الله لا يحب المفسدين

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash:77)

Perbedaan Antara Masyaqqot (Kesulitan) Dengan Darurat

Masyaqqot adalah suatu kesulitan yang menghendaki adanya kebutuhan (hajat) tentang sesuatu, bila tidak dipenuhi tidak akan membahayakan eksistensi manusia. Sedangkan darurat adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia karena jika ia tidak diselesaikan maka mengancam agam, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.

Kaidah yang Berkenaan Dengan Kondisi Madarat

  1. kemudaratan-kemudaratn itu dapat memperbolehkan keharamanDasar Nash kaidah ini adalah firman Allah SWT:“Dan Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. al-An’am:119)
  2. apa yang diperbolehkan karena darurat maka diukur menurut kadar kemudaratannya. (as-suyuthi, TT, 1956 :81)

Kepentingan manusia akan sesuatu dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu:

  1. Darurat, merupakan kepentingan manusia yang diperbolehkan menggunakan sesuatu yang dilarang, karena apabila tidak dilaksanakan maka akan mendatangkan kerusakan.
  2. Hajat, yaitu kepentingan manusia akan sesuatu yang bila tidak di penuhi mendatangkan kesulitan atau mendekati kesulitan
  3. Manfaat, yaitu kepentingan manusia untik menciptakan kehidupan yang layak.
  4. Fudu, yaitu kepentingan manusia hanya sekedar untuk lebih-lebihan yang memungkinkan mendatangkan kemaksiatan atau keharaman.

Contoh kaidah diatas adalah bahwa darah para pejuang Islam ketika perang dianggap suci untuk dipakai shalat, tetapi bila mengenai orang lain dianggap najis dan sebagainya.

Perbedaan darurat dengan hajat:

Darurat lebih berat keadaannya sedang hajat hanya sekedar butuh. Hukum darurat dalam mengecualikan terhadap hukum yang sudah ditetapkan walaupun terbatas waktu dan kadarnyaSedang syarat adanya hajat adalah sebagai berikut:

  1. Ia membutuhkan atas ketidakberlakuan hukum asal karena adanya kesulitan (haraj masyaqqot) yang tidak bisa terjadi.
  2. Sesuatu yang dihajati itu patut menggunakan hukum istisna’ (pengecualian) bagi individu kebiasaan.
  3. Hajat yang dihadapi merupakan hajat yang jelas untuk satu tujuan bagi hukum syara’.
  4. Kedudukan hajat sama dengan darurat dalam aspek penggunaan kadar yang dibutuhkan.

KAIDAH YANG BERKENAAN DENGAN ADAT KEBIASAAN

Teks Kaidahnya

العادة محكمة artinya “Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum.

Dasar-dasar Nash Kaidah

Firman Allah SWT:

  ماراه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن

“ Dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.)QS. Al-a’raf : 199)

Sabda Nabi SAW

العا دة ما استمر النا س عليه على حكم المعقول وعا د وااليه مرة بعد اخرى

Apa  yang dipandang baik oleh muslim maka baik pula disisi allah (HR. Ahmad dari Ibnu Mas’ud)

Pengertian ‘adah atau ‘urf

Jumhur ulama berpendapat bahwa ‘adah dan ‘urf itu mempunyai arti yang sama yaitu adat kebiasaan. Sedangkan sebagian fuqaha membedakannya. Menurut Al-jurjani, ‘adah adalah suatu perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena logis (Abdul Mujib, 1980: 40). Sedangkan ‘urf adalah suatu perbuatan yang jiwa merasa tenang melakukannya, karena sejalan dengan akal sehat dan diterima oleh tabiat sejahtera.

Syarat diterimanya ‘urf/’adah

  1. Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat
  2. Perbuatan, perkataan yang dilakukan selalu terus- menerus
  3. Tidak bertentangan dengan nash, baik al-qur’an maupun as-sunnah
  4. Tidak mendatangkan kemudaratan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang sejahtera.(Masjfuk Zuhdi,1990: 124)

Kaidah yang berkaitan dengan ‘adah

Semua yang diatur oleh syara’ secara mutlak namun belum ada ketentuan dalam agama serta dalam bahasa maka semua itu dikembalikan pada ‘urf (Abdul Hamid Hakim, 1956 : 84)



Related Posts

0 comments:

Post a Comment