Friday, June 19, 2020

Hukuman ('uqubah)

 hukuman ('uqubah), hukum pidana islam

A.    Pengertian Hukuman

Hukuman dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai siksaan atau pembalasan terhadap suatu kejahatan. Dalam bahasa arab hukuman dikenal dengan istilah ‘uqubah yang berasal dari kata “ عقب artinya balasan terhadap perbuatan menyimpang yang telah dilakukannya. Sedangkan menurut istilah sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abdul Kadir Audah; hukuman adalah pembalasan terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang atau pelanggaran atas ketentuan syara’ yang telah ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukuman adalah penimpaan derita dan kesengsaraan terhadap pelaku kejahatan sebagai balasan dari perbuatannya kepada orang lain atau balasan yang diterima pelaku akibat pelanggaran terhadap perintah syara’.

 

B.  Dasar Hukum

Berbagai kebijakan yang telah ditempuh oleh Islam untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat dengan berbagai ketentuan baik berdasarkan Al-qur’an, hadis nabi maupun berbagai ketentuan dari ulil amri yang memiliki kewenangan menetapkan hukuman bagi kasus-kasus ta’zir. Adapun dasar-dasar penjatuhan hukuman tersebut diantaranya;

ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ     

Artinya; Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (hukuman) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan (Q.S. Shaad; 26).

 

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ   $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  

Artinya; Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An-Nisa; 58-59)

Sabda Rasulullah SAW;

القضاة ثلاثة واحد فى الجنة واثنان فى النار فا ماالذي فى الجنة فرجل عرف الحق فقضى به ورجل عرف الحق فجار فى الحكم فهو فى النار ورجل قضى للناس على جهل فهو فى النار ( رواه ابوداود )

 

Artinya; Dari Abu Hurairah dari ayahnya dari Rasulullah  SAW, mengabarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; qadhi-qadhi (hakim-hakim) itu ada dua golongan, satu golongan di syurga dan satu golongan di neraka. Adapun qadhi yang ada di syurga ialah qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia memberikan keputusan berdasarkan kebenaran. Adapun qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia curang dalam mengambil keputusan dia ditempatkan di neraka. Dan seorang qadhi yang memberi keputusan berdasarkan kebodohannya dia juga ditempatkan dineraka (H.R. Abu Dawud)

 

C.  Macam-macam Hukuman

Menurut Prof. H. A. Djazuli hukuman dibagi menjadi beberapa macam, berikut ini uraian mengenai macam-macam hukuman tersebut;

  1. Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al-qur’an dan al-hadis dibagi menjadi dua macam yakni;

  • Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarat. Misalnya hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pemberontak, pembunuh dan orang yang mendzihar istri
  • Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut sebagai hukuman ta’zir. Misalnya; hukuman percobaan melakukan tindak pidana, saksi palsu, tidak menjalankan amanah dan melanggar aturan lalu lintas.

2. Hukuman ditinjau dari segi hubungan antara hukuman satu dengan hukuman lain, dibagi menjadi empat, yakni

  • Hukuman pokok (al-‘uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman utama bagi suatu kejahatan, seperti hukuman mati bagi pelaku pembunuhan disengaja, hukuman diyat bagi pembunuhan tidak sengaja, dera (jilid) bagi pezina ghairu muhsan.
  • Hukuman pengganti (al-‘uqubat al-badaliyyah), yaitu hukuman yang menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) yang tidak bisa dilaksanakan karena sebab tertentu. Seperti hukuman ta’zir dijatuhkan bagi pelaku karena jarimah had yang didakwakan mengandung unsur syubhat (kesamaran) atau hukuman diyat bagi pelaku pembunuhan sengaja yang dimaafkan keluarga korban.
  • Hukuman tambahan (al-‘uqubat al-taba’iyyah) yaitu hukuman yang dikenakan kepada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok. Misalnya; pembunuh tidak mendapatkan harta warisan dari si terbunuh
  • Hukuman pelengkap (al-‘uqubat al-takmiliyyah) yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan. Misalnya; menggantungkan tangan pencuri yang sudah dipotong di lehernya. Penjatuhan hukuman pelengkap harus melalui putusan hakim. 

3. Hukuman dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman, dibagi menjadi dua macam;

  • Hukuman yang memiliki batas tertentu, artinya hukuman tersebut telah ditentukan besar kecilnya. Oleh karenanya hakim hanya bertugas menerapkan hukuman yang telah ditentukan dan tidak boleh mengurangi atau menambah atau menggantikan dengan hukuman lain. Misalnya; hukuman yang termasuk dalam jarimah hudud dan jarimah qishash dan diyat.
  • Hukuman yang memiliki dua batas yaitu batas terendah dan batas tertinggi atau dapat disebut juga dengan hukuman alternatif yaitu hukuman yang dapat diterapkan oleh hakim kepada terdakwa berdasarkan atas keadilan. Misalnya; hukuman-hukuman yang termasuk dalam kelompok jarimah ta’zir.

4. Hukuman ditinjau dari segi sasaran hukum, hukuman dibagi menjadi empat;

  • Hukuman badan, ialah hukuman yang dikenakan terhadap anggota badan manusia seperti hukuman potong tangan, hukuman cambuk (jilid).
  • Hukuman yang dikenakan terhadap jiwa, seperti hukuman mati (Menurut Ahmad Hanafi hukuman terhadap jiwa ialah hukuman yang dikenakan terhadap psikologis bukan nyawa atau badan. Seperti; ancaman, peringatan atau teguran).
  • Hukuman yang dikenakan terhadap hilangnya kemerdekaan atau kebebasan manusia. Seperti penjara atau pengasingan
  • Hukuman harta yaitu hukuman yang dikenakan terhadap harta si pelaku jarimah. Seperti denda, diyat, dan penyitaan.

Ahmad wardi Muslich menambahkan jenis hukuman berdasarkan jarimah yang dilakukan, jenis hukuman ini merupakan substansi dari hukuman dalam hukum pidana Islam. Adapun jenis hukuman tersebut adalah sebagai berikut;

  1. Hukuman hudud yaitu hukuman yang ditetapka atas jarimah-jarimah hudud
  2. Hukuman qishash dan diayat yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah qishash dan diyat
  3. Hukuman kafarat yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qishash dan beberapa jarimah ta’zir
  4. Hukuman ta’zir yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir.

 

D.           Tujuan Hukuman

Tujuan pokok pemberian hukuman dalam Islam adalah;

  1. Pencegahan (preventif).

Hukuman sebagai pencegahan artinya dengan adanya hukuman tersebut dapat menahan pelaku jarimah agar tidak mengulangi perbuatannya dan mencegah masyarakat atau orang lain agar tidak ikut melakukan jarimah.

2. Perbaikan dan pendidikan

Penjatuhan hukuman diharapkan agar pelaku jarimah dapat menyadari kesalahannya, diarahkan kepada perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan jahat. Disamping untuk kebaikan pelaku, hukuman juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang baik, diliputi rasa saling menghormati sesama dan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya

3. Untuk memelihara masyarakat

Pentingnya hukuman bagi pelaku jarimah adalah sebagai upaya untuk menyelamatkan masyarakat dari perbuatannya. Pelaku sendiri sebenarnya bagian dari masyarakat namun kepentingan masyarakat banyak/umum lebih diutamakan. Kejahatan merupakan penyakit yang ada dalam masyarakat oleh karena itu hukuman pada hakikatnya adalah sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Walaupun pada kenyataannya, hukuman merupakan penderitaan bagi pelaku kejahatan, ketiadaan hukuman bagi pelaku kejahatan menyebabkan penderitaan tersebut berpindah pada orang yang lebih banyak. Oleh karena itulah, hukum mengorbankan kesenangan perseorangan untuk menciptakan kesenangan orang banyak lebih diutamakan. Sebagaimana ketentuan umum/ kaidah fikih berikut ini;

المصلحة االعا مة مقدم على المصلحة الخا صة

Artinya: “kemaslahatan umum didahulukan dari kemaslahatan khusus”

 

Dalam hukum positif, disebut dengan prevensi umum yaitu pencegahan yang ditujukan pada khalayak ramai, agar tidak melakukan pelanggaran terhadap kepantingan umum. Tujuannya agar pelaku menjadi jera dan takut. Oleh karena itu pelaksanaannya dilakukan dihadapan umum agar berdampak sugestif bagi orang lain.[7]

 

4. Hukuman sebagai balasan atas perbuatan

Suatu kepantasan setiap perbuatan dibalas dengan perbuatan yang sepadan, baik dibalas dengan perbuatan baik dan jahat dibalas dengan kejahatan pula dan itu sesuatu yang adil. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-zalzalah ayat 7-8;

`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ   `tBur ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB ;o§sŒ #vx© ¼çnttƒ ÇÑÈ  

Artinya; Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

 

Kemudian dalam surat Asy-Syura; 40

(#ätÂty_ur 7py¥ÍhŠy ×py¥ÍhŠy $ygè=÷WÏiB (

Artinya; dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa...

 

Jika tujuan-tujuan hukuman diatas tidak dapat tercapai atau dengan cara ta’dib (pendidikan) tidak memebrikan efek jera bagi pelaku jarimah dan malah membahayakan masyarakat maka hukuman ta’zir berupa hukuman mati atau hukuman penjara tidak terbatas dapat diterapkan. 


REFERENSI

Ahmad Wardi Waslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2006) 

Rahmat Hakim. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung: Pustaka Setia, 2010)

A. Dzajuli. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam) ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)  



Related Posts

0 comments:

Post a Comment