Tuesday, June 9, 2020

PENGGABUNGAN TINDAK PIDANA (CONCURSUS)

gabungan tindak pidana, concursus

Penggabungan tindak pidana terjadi ketika seseorang melakukan beberapa tindak pidana, baik pidana yang dilakukan adalah pidana yang sama maupun berbeda jenisnya, tapi antara tindak pidana yang pertama dengan tindak pidana selanjutnya belum ada keputusan hakim. Mengenai hukuman terhadap gabungan tindak pidana dalam hukum pidana Islam sudah dikenal oleh para fuqaha, yakni  

      1.   Teori saling melengkapi (at-Tadakhul)

Dalam teori ini, jika terjadi gabungan tindak pidana maka hukuman-hukumannya saling melengkapi    sehingga pelaku hanya dijatuhi satu kali hukuman saja, seperti melakukan satu kali tindak pidana.         teori ini didasarkan atas dua pertimbangan, yakni;

a.  Meskipun tindak pidana yang dilakukan ganda/ banyak tetapi semua jenisnya sama. Maka dikenakan satu jenis hukuman saja. Misalnya; seseorang meminum khamr berulang kali kemudian dihadirkan pada hakim maka hakim cukup menjatuhi hukuman jilid sebanyak 40 kali bukan dikalikan dengan jumlah ia meminum khamr

b.   Meskipun perbuatan-perbuatan yang dilakukan berganda dan berbeda-beda jenisnya, namun hukumannya bisa saling melengkapi dan cukup satu hukuman yang dijatuhkan guna melindungi kepentingan yang sama. Misalnya; seseorang memakan daging babi, darah, dan bangkai maka cukup dijatuhi satu hukuman yaitu hukuman yang bertujuan sama-sama melindungi kesehatan, melindungi masyarakat dan kepentingan perseorangan.

Menurut fuqaha Malikiyah, teori at-tadakhul dapat diterapkan jika tujuan penjatuhan hukuman suatu tindak pidana itu sama. Seperti; hukuman jarimah qadzaf, dan meminum-minuman keras (khamr). Akan tetapi jika hukuman-hukuman jarimah berganda atau tindak pidana gabungan tersebut berbeda-beda maka teori yang digunakan ialah teori gabungan tindak pidana biasa sesuai dengan ketentuan hukuman jarimah/tindak pidana yang dilakukan maka semua hukuman tindak pidana yang dilanggar dapat diterapkan.

      2.      Teori penyerapan (Al-Jabb)

Teori penyerapan ini belum disepakati oleh fuqaha, berikut penjelasan singkat mngenai pendapat tersebut;

a.   Menurut imam malik apabila hukuman had berkumpul dengan hukuman mati maka hukuman had menjadi gugur karena telah diserap dengan hukuman mati, kecuali hukuman had qadzaf. Artinya ketika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan, dimana salah satunya diancam dengan hukuman mati maka hukuman selain hukuman mati tidak perlu dilakukan. Karena hukuman mati telah menyerap atau menggantikan hukuman lainnya.

b.    Menurut imam ahmad jika terjadi dua jarimah hudud yang salah satunya diancam dengan hukuman mati, maka hukuman mati saja yang diterapkan. Akan tetapi, jika hukuman hudud (merupakan hak allah) berkumpul dengan hukuman yang menjadi hak manusia, dimana salah satunya diancam hukuman mati maka hak-hak manusia (hak adami) harus dilaksanakan terlebih dahulu, baru hukuman mati dan hukuman had lainnya yang tidak menyinggung hak manusia menjadi gugur karena telah diserap hukuman mati.

c.    Menurut Imam Abu Hanifah, jika terdapat gabungan hak dalam hukuman yakni hak allah dan hak manusia, maka hak manusia didahulukan dan hukuman yang menjadi hak allah gugur. Jika masih bisa dilaksanakan dan hukuman yang merupakan hak allah lebih dari satu maka cukup terapkan satu hukuman saja yang dapat menggugurkan hukuman-hukuman lainnya.

d.    Menurut Imam Syafi’i semua hukuman harus dijatuhkan selama tidak saling melengkapi. Caranya dengan mendahulukan hukuman karena hak-hak manusia (selain hukuman mati) kemudian melaksanakan hukuman karena hak allah (selain hukuman mati) dan terakhir hukuman mati. Apabila orang yang dihukum meninggal dunia ketika menjalani hukuman-hukuman lain sebelum hukuman mati diterapkan maka gugurlah seluruh hukuman tersebut.

GABUNGAN TINDAK PIDANA (CONCURSUS) DALAM HUKUM POSITIF

Pengertian gabungan tindak pidana menurut KUHP yaitu

  1.   Concursus Idealis, suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana (Pasal 63)
  2.  Concursus realis dan perbuatan berlanjut, Seseorang melakukan beberapa perbuatan pidana baik berupa pelanggaran atau kejahatan antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Kemudian antara satu perbuatan pidana ke perbuatan pidana selanjutnya belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (putusan inkrach).

Sanksi Pidana

Sebagaimana yang telah tercantum dalam KUHP Indonesia yakni;

1.        Concursus Idealis

  •  Menurut pasal 63 ayat 1[1] digunakan system absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat. Misal: perkosaan dijalan umum, melanggar pasal 285 (12 th penjara) dan pasal 281 (2 tahun 8 bulan penjara). Maksimum pidana penjara yang dapat dikenakan ialah 12 tahun
  • Apabila Hakim menghadapi pilihan antara dua pidana pokok sejenis yang maksimumnya sama, maka dikenakan pidana pokok dengan tambahan yang paling berat.
  • Apabila menghadapi dua pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka penetuan pidana yang terberat didasarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dalam pasal 10[2] (pasal 69 ayat (1) jo pasal 10). Misalnya memilih antara 1 minggu penjara, 1 tahun kurungan dan denda 5 juta rupiah, maka pidana yang terberat adalah 1 minggu penjara.
  • Dalam pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan (lex specialis derogate legi generali). Contoh: seorang ibu membunuh anaknya sendiri pada saat anaknya dilahirkan. Perbuatan ibu ini dapat masuk dalam pasal 338[3] (15 tahun penjara dan pasal 341[4] (7 tahun penjara). Maksimum pidana penjara yang dikenakan ialah yang terdapat dalam pasal 341 (lex specialis) yaitu 7 tahun penjara.

2.        Concursus Realis (pasal 65 s/d 71 KUHP).

a.     Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok sejenis, berlaku pasal 65 yaitu hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat ditambah sepertiga. Misal: A melakukan 3 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 4 tahun, 5 tahun dan 9 tahun. Dalam hal ini yang dapat digunakan ialah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara. Jadi disini berlaku system absorbsi yang dipertajam.

b.   Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku pasal 66 yaitu semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum piudana yang terberat ditambah sepertiga, system ini disebut system Kumulasi yang diperlunak. Misal: A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan dua tahun penjara. Dalam hal ini semua jenis pidana (penjara dan kurungan) harus dijatuhkan. Adapun maksimumnya adalah 2 tahun ditambah (1/3 x 2) tahun = 2 tahun 9 bulan atau 33 bulan. Dengan demikian pidana yang dijatuhkan misalnya terdiri dari 2 tahun penjara dan 8 bulan kurungan.

c.   Untuk Concursus Realis berupa pelanggaran, berlaku pasal 70 yang menggunakan system kumulasi. Misal A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam pidana kurungan 6 bulan dan 9 bulan, maka maksimumnya adalah (6+9) bulan = 15 bulan. Namun menurut pasal 70 ayat 2, system kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan. Jadi misal A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam pidana kurungan 9 bulan, maka maksimum pidana kurungan yang dapat dijatuhkan bukanlah (9+9) bulan = 18 bulan, tetapi maksimumnya adalah 1 tahun 4 bulan atau hanya 16 bulan.

d.    Untuk Concursus Realis berupa kejahatan ringan, khusus untuk pasal 302 (1), 352, 364, 373, 379 dan 482 berlaku pasal 70 yang menggunakan system kumulasi tetapi dengan pembatasan maksimum untuk penjara 8 bulan. Misal: A melakukan pencurian ringan (pasal 364) dan penggelapan ringan (pasal 373) yang masing-masing diancam pidana 3 bulan penjara. Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah 6 bulan penjara (system kumulasi). Tetapi apabila A misalnya melakukan 3 kejahatan ringan yang masing-masing diancam pidana penjara 3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan penjara (kumulasi) tetapi 8 bulan penjara.

e.  Untuk Concursus Realis, baik kejahatan maupun pelanggaran untuk diadili pada saat berlainan, berlaku pasal 71 yang berbunyi sbb: “Jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan salah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama”. Misal: A melakukan kejahatan-kejahatan sbb:

1)      Tgl. 1/1 : pencurian (pasal 362, ancaman pidana 5 tahun penjara);

2)      Tgl. 5/1 : penganiayaan biasa (pasal 351 diancam 2 tahun 8 bulan);

3)       Tgl. 10/1 : penadahan (pasal 480, diancam 4 tahun penjara);

4)      Tgl. 20/1 : penipuan (pasal 378, diancam 4 tahun penjara).

Kemudian A ditangkap dan diadili dalam satu keputusan. Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah 5 tahun + (1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan. Andaikata untuk keempat tindak pidana itu, hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara, maka jika kemudian ternyata bahwa A pada tanggal 14/1 (jadi sebelum ada keputusan) melakukan penggelapan (pasal 372 yang diancam pidana penjara 4 tahun), maka keputusan yang kedua kalinya ini untuk penggelapan itu paling banyak hanya dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun 8 bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahu (putusanI) yaitu 8 bulan penjara.

Dengan contoh diatas, dapatlah bunyi pasal 71 diatas dirumuskan secara singkat sbb: Putusan ke II = (putusan sekaligus) – (putusan ke-I).


3.        Perbuatan berlanjut (pasal 64).

a.       Menurut pasal 64 ayat (1), pada prinsipnya berlaku system absorbsi yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yang memuat ancaman pidana pokok yang terberat.

b.      Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang. Misal A setelah memalsu mata uang (pasal 244 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun) kemudian menggunakan / mengedarkan mata uang yang palsu itu (pasal 245 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun). Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang sebagai concursus Realis, tetapi tetap dipandang sebagai perbuatan berlanjut sehingga ancaman maksimum pidananya dapat dikenakan 15 tahun penjara

c.       Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan) dan 407 (1) (perusakan barang ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. Apabila nilai kerugian yang timbul dari kejahatan-kejahatan ringan yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,- . Maka menurut pasal 64 ayat (3) dikenakan aturan pidana yang berlaku untuk kejahatan biasa. Berarti yang dikenakan adalah pasal 362 (pencurian), 372 (penggelapan), 378 (penipuan) atau 406 (perusakan barang).



[1] Pasal 63 ayat 1; Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat

[2] Pasal 10 KUHP; Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan terdiri dari 1. pencabutan hak-hak tertentu; 2. perampasan barang-barang tertentu; 3. pengumuman putusan hakim.

[3]  Pasal 338 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

[4] Pasal 341 KUHP; Seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa ia melahirkan anak dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.


Related Posts

0 comments:

Post a Comment